Perbuatan-perbuatan yang dilakukan Rasulullah SAW dibagi menjadi dua macam. Ada yang termasuk perbuatan-perbuatan jibiliyah, yaitu perbuatan yang dilakukan manusia secara fitri, dan ada pula perbuatan-perbuatan selain jibiliyah. Perbuatan-perbuatan jibiliyah, seperti berdiri, duduk, makan, minum dan lain sebagainya, tidak ada perselisihan bahawa status perbuatan tersebut adalah mubah, baik bagi Rasulullah SAW maupun bagi umatnya. Oleh karena itu, perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori mandub.
Sedangkan perbuatan-perbuatan yang bukan jibiliyah, boleh jadi termasuk dalam hal-hal yang ditetapkan khusus bagi Rasulullah SAW, dimana tidak seorangpun diperkenankan mengikutinya; atau boleh jadi tidak termasuk dalam perbuatan yang diperuntukkan khusus bagi beliau. Apabila perbuatan itu telah ditetapkan khusus bagi beliau SAW, seperti dibolehkannya beliau melanjutkan puasa pada malam hari tanpa berbuka, atau dibolehkannya menikah dengan lebih dari empat wanita, dan lain sebagainya dari kekhususan beliau; maka dalam hal ini kita tidak diperkenankan mengikutinya. Sebab, perbuatan-perbuatan tersebut telah terbukti diperuntukkan khusus bagi beliau berdasarkan ijma' Shahabat. Oleh karena itu tidak dibolehkan meneladani beliau dalam perbuatan-perbuatan semacam ini.
Akan halnya dengan perbuatan beliau yang kita kenal sebagai penjelas bagi kita, tidak ada perselisihan bahawa hal itu merupakan dalil. Dalam hal ini penjelasan tersebut boleh berupa perkataan, seperti sabda beliau:
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَليِّ
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat”
خُذُوْا عَنِّيْ مَنَاسِكَكُمْ
"Laksanakan manasik hajimu berdasarkan manasikku (apa yang telah aku kerjakan)"
Hadits ini menunjukkan bahwa perbuatan beliau merupakan penjelas, agar kita mengikutinya. Penjelasan beliau boleh juga berupa qaraain al ahwal, yakni qarinah/indikasi yang menerangkan bentuk perbuatan, seperti memotong pergelangan pencuri sebagai penjelas firman Allah SWT:
فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا
"Maka potonglah tangan keduanya." (Al-Maidah 38)
Status penjelas yang terdapat dalam perbuatan Nabi SAW, baik berupa ucapan maupun indikasi yang menerangkan bentuk perbuatan, dapat mengikuti hukum apa yang telah dijelaskan, apakah itu wajib, mandub atau mubah --sesuai dengan arah penunjukan dalil.
Sedangkan perbuatan-perbuatan beliau yang tidak terdapat di dalamnya indikasi yang menunjukkan bahwa hal itu merupakan penjelas --bukan penolakan dan bukan pula ketetapan-- maka dalam hal ini perlu diperhatikan apakah di dalamnya terdapat maksud untuk ber-taqarrub (mendekatkan diri kepada Allah) atau tidak. Apabila di dalamnya terdapat keinginan untuk ber-taqarrub kepada Allah maka perbuatan itu termasuk mandub, dimana seseorang akan mendapatkan pahala atas perbuatannya itu dan tidak mendapatkan sanksi jika meninggalkannya. Misalnya Shalat Dluha. Sedangkan jika tidak terdapat di dalamnya keinginan untuk ber-taqarrub, maka perbuatan tersebut termasuk mubah.
Assalamu alaikum, bisa minta tolong jelaskan mengguanakan contoh mana yang jibiliyah dan yang tidak. seperti contoh cara makan, berbaju, berjalan, penampilan seperti jubah dan jenggot apakah merupakan jibiliyah atau tidak.
ReplyDelete